Artikel
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI DESA BAHOI, KEC. LIKUPANG BARAT KAB. MINAHASA UTARA
Artikel Ilmiah Populer ( Praktek Lapang)
Topik : Kebijakan Pengembangan Ekowisata Bahari di Desa Bahoi, Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara.
Pendahuluan .
Kesadaran masyarakat mengenai konservasi mangrove sangat penting demi berkelanjutan dan keberlanjutan fungsi ekologis , sosial dan ekonomi. Hutan mangrove mempunyai fungsi fisik dan fungsi ekologi yang penting bagi kelestarian ekosistem di daerah pesisir. Secara fisik, hutan mangrove berfungsi sebagai pelindung pantai dari pengaruh gelombang laut. Secara ekologi, hutan mangrove berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah pemijahan (spawing ground), dan tempat mencari makan (feding ground) bagi beranekaragam biota perairan seperti ikan, udang, dan kepiting. Hasil dari fungsi ekologis dapat menjadikan sumber peningkatkan baik pendapatan ekonomi maupun kondisi sosial masyarakat.
Hutan mangrove di Desa Bahoi memiliki luas sebesar 28 hektar. Desa Bahoi telah ditetapkan sebagai Desa Ekowisata yang sudah berkembang dengan adanya beberapa objek wisata tersebut, seperti pasir putih yang berada di diantara hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Padang lamun dan terumbu karang telah banyak di kenal oleh masyarakat untuk di kelolah sabagai salah satu wisata bawah laut dengan melakukan snorkling dan diving. Pada lokasi hutan mangrove di sediakan vasilitas jembatan sebagai sarana penyebrangan untuk menuju ke area lokasi wisata pasir putih.
Strategi pengembangan ekowisata mangrove untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal dan menggali potensi-potensi yang ada, dengan bekerjasama antara masyarakat lokal dan pemerintah setempat untuk dapat melestarikan kakayaan hutan mangrove agar meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan
Kunjungan Praktek Lapang di Desa Bahoi diharapkan bisa mendapatkan informasi dari masyarakat maupun pemerintah dalam pengambilan keputusan dan kebijakan, serta pemanfaatan yang tepat untuk kawasan mangrove, sehingga fungsi konservasi ekologi tetap terjaga dan terbangunnya desa ekowisata laut berbasiskan atraksi mangrove dan habitat laut lainnya.
Hasil Pengamatan Lapang :
- Gambaran Umum Desa Bahoi
Desa Bahoi terletak di kawasan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara Propinsi Sulawesi Utara. Desa Bahoi merupakan desa yang berada pada sepanjang pesisir pantai utara dan agak berbukit dengan luas wilayah sekitar 250 ha. Desa Bahoi terbagi menjadi 3 dusun dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara: Desa Serei dan Selat Lihaga Sebelah Selatan: Desa Bulutui dan Desa Mubune Sebelah Timur: Selat Lihaga Sebelah Barat: Jalan raya/jalan desa yang menuju ke desa Serei
- Deskripsi Kebijakan Desa Ekowisata Bahoi
Bahoi mempunyai sejarah yang panjang sehingga masyarakat peduli untuk melestarikanalam dan lingkungannya. Memang dahulu ditahun 1960 – an mangrove diwilayah Likupang cukup lebat sekali, namun masyarakat telah membabat sebagian tumbuhan mangrovet tanpa memperhitungkan dampak, sehingga masyarakat nelayan untuk mendapatkan ikan hasil tangkapan harus melaut dengan jangkauan yang lebih jauh untuk mendapatkan hasil tangkapan. Konsekuensinya adalah resiko nyawa dan biaya kebutuhan bahan bakar minyak dan konsumsi lebih tinggi. Tahun 2002, pemerintah dan sebagian masyarakat Desa Bahoi berusaha untuk menyelamatkan wilayah lautnya, dan dari 18 Desa di Kecamatan Likupang Barat, ada beberapa Desa yang berhasil mempertahankannya dan salah satunya adalah Desa Bahoi. Kawasan mangrove dan laut yang dilindungi ini sangat berarti bagi masyarakat Desa Bahoi yang sebagian besar penduduknya adalah nelayan. Masyarakat Desa Bahoi percaya kawasan yang dilindungi ini merupakan daerah untuk pemijahan berbagai jenis ikan
Desa Bahoi telah ditetapkan sebagai Desa Ekowisata karena kondisi lingkungan yang cukup terjaga 28 hektar mangrove, dan juga terdapat terumbu karang di perairan Bahoi seluas 20 hektar, seperti pasir putih yang berada di diantara hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Jembatan di desa Bahoi memiliki panjang sekitar 168.50 m dan bagian jembatan yang masih bisa digunakan hanya sekitar 30 %. Padang lamun dan terumbu karang telah banyak di kenal oleh masyarakat untuk di kelola sebagai salah satu wisata bawah laut dengan melakukan snorkling dan diving. Pengelolahan ekowisata mangrove, penyewaan perahu, diving , snorkeling di lakukan oleh pemerintah setempat dan masyarakat. Pada lokasi hutan mangrove di sediakan fasilitas jembatan sebagai sarana penyeberangan untuk menuju ke area lokasi wisata pasir putih yang oleh warga lokal dinamakan Tanjung Kemala. Desa Bahoi juga sebagai pilihan pengelolaan Daerah Perlindungan Laut sejak 2002. Namun baru pada tahun 2010 pengelolaan DPL Bahoi mendapat kekuatan formal setelah ditetapkan melalui Keputusan Desa No, 2 tahun 2010 yang menetapkan stuktur kelompok pengelola DPL. Dengan adanya kelompok pengelola DPL, tahapan dan proses pengelolaan serta tantangan DPL dapat diatasi dengan baik.
Namun sampai saat kunjungan lapangan belum ada penetapan melalui kekuatan hukum yang lebih kuat berupa kebijakan public , berupa Peraturan Desa . Tidak adanya peraturan desa yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat” untuk peluang “Adanya kunjungan wisata lokal dan nonlokal”. Beberapa peraturan yang diterapkan di Desa Bahoi di atur dalam peraturan hukum tua seperti larangan pemeliharan hewan secara liar, penggunaan minuman keras, pemutaran musik secara keras dari rumah warga. Namun masih ada masyarakat yang melanggar aturan-aturan tersebut. Sedangkan untuk mewujudkan kawasan ekowisata yang kondusif ada 7 sapta pesona yang harus diterapkan yaitu : Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, Kenangan. Sehingga strategi untuk pengembangan desa ekowisata perlu diadakan dan disahkan peraturan desa yang mengatur tentang masyarakat, serta larangan-larangan yang akan diberlakukan dalam mendukung pengembangan desa ekowisata, seperti : Kebijakan untuk mengantisipasi masuknya investor dalam usaha di kawasan ekowisata, sehingga masyarakat setempat mempunyai peran yang lebih kuat ;Aturan dan larangan bagi pengunjung yang melakukan kegiatan wisata; Aturan untuk masyarakat dalam pemeliharaan hewan ternak babi. Karena sampai saat ini masih banyak masyarakat yang membebaskan hewan ternaknya. Hal ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat di Desa Bahoi. Sehingga harus ada peraturan yang mengikat agar masyarakat tidak memelihara hewan ternak secara bebas.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktek lapang disimpulkan pengembangan desa ekowisata perlu strategi penguatan partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata di Desa Bahoi yaitu : Perlu membuat dan mengesahkan Peraturan Desa (PerDes) tentang desa ekowisata untuk memperkuat Keputusan Desa Nomor 2 Tahun 2010. Seiring hal tersebut kepada pemangku kepentingan perlu melakukan sebagai berikut :(1) Perlu meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat Desa Bahoi mengenai kawasan ekowisata. (2) perlu dilakukan pelatihan / bantuan teknik secara berkala dan memberikan bantuan dana sebagai modal awal untuk menindaklanjuti pelatihan. (3) Perlu didorong penguatan kelembagan BUMDesa untuk mengelolah desa ekowisata berkelanjutan dan keberlanjutan bekerjasama dengan Pokdarwis meningkatkan dan merawat sarana dan prasarana desa ekowisata. (5) Menetapkan tarif biaya tetap di setiap objek wisata.
Sumber informasi :
- Bapak Deki Tamamilang (Sekertaris Desa ).
- Bapak Maxi Lahading (Ketua Daerah Perlindungan Laut).
PRAKTEK LAPANG
MATA KULIAH KEBIJAKAN KELAUTAN
Disusun oleh : Lyndon Pangemanan (Mahasiswa Prodi Doktor Ilmu Kelautan FPIK Unsrat angkatan 2020)
DOSEN : Prof. Dr.Ir. Desy Maria Helena Mantiri, DEA
Praktek Lapang dilaksanakan : Mei 2021.